Sigala Jataka

SIGĀLA-JĀTAKA


“Serigala mabuk itu,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Weluwana, mengenai Devadatta. Para bhikkhu berkumpul [425] di Balai Kebenaran dan bercerita tentang bagaimana Devadatta telah pergi ke Gayāsīsa bersama lima ratus orang pengikut, yang dituntunnya kepada ajaran yang salah dengan mengatakan bahwa Dhamma sebenarnya ada pada dirinya, “bukan pada Petapa Gotama”, dan bagaimana kebohongannya telah memecah belah Sanggha, serta bagaimana ia melaksanakan dua hari Uposatha dalam seminggu. Saat mereka duduk di sana membicarakan keburukan Devadatta, Sang Guru masuk ke dalam balai tersebut dan diberitahukan mengenai apa yang sedang mereka bicarakan. “Para Bhikkhu,” kata Beliau, “Devadatta adalah seorang pembohong besar di kehidupan yang lampau, sama seperti di kehidupan ini.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau berikut ini.

____________________

Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seorang dewa pohon yang terdapat di sebuah pemakaman. Pada masa itu sebuah perayaan diumumkan di Benares, dan orang-orang memutuskan untuk memberikan persembahan kepada para yaksa. Maka mereka menyebarkan ikan dan daging di halaman-halaman rumah, di jalan-jalan dan tempat-tempat lainnya, serta menempatkan kendi-kendi yang berisi minuman keras. Di tengah malam, seekor serigala datang ke kota melalui selokan, dan menghibur diri dengan daging dan minuman keras itu. Merangkak ke dalam semak belukar, dengan cepat ia terlelap hingga fajar tiba. Bangun dan melihat hari telah pagi, ia tahu ia tidak bisa kembali dengan aman di waktu demikian. Maka ia berbaring tanpa suara di dekat pinggir jalan dimana ia tidak terlihat, sampai akhirnya ia melihat seorang brahmana (pengembara) yang sedang dalam perjalanan untuk mencuci muka di kolam. Serigala itu berpikir, “Para brahmana adalah orang yang serakah. Saya harus memanfaatkan keserakahannya untuk membuatnya mengeluarkan saya dari kota melalui kain pinggang di bawah jubah luarnya.” Maka, dengan suara manusia, ia berseru, “Brahmana.”

“Siapa yang memanggil saya?” tanya brahmana tersebut, sambil memutar tubuhnya. “Saya, Brahmana.” “Ada apa?” “Saya mempunyai dua ratus keping emas, Brahmana; jika engkau bersedia menyembunyikan saya di kain pinggang di bawah jubah luarmu dan membawa saya keluar dari kota tanpa terlihat, engkau akan mendapatkan semua emas itu.”

Sepakat dengan tawaran tersebut, brahmana yang serakah menyembunyikan serigala itu dan membawa hewan buas itu keluar dari kota. “Tempat apakah ini, Brahmana?” tanya serigala tersebut. “Oh, ini adalah tempat anu,” jawab brahmana itu. “Pergilah lebih jauh sedikit,” kata serigala itu, dan terus berdebat dengan brahmana itu, selalu memintanya berjalan lebih jauh sedikit, hingga akhirnya mereka tiba di tempat pemakaman. [426] “Turunkan saya di sini,” kata serigala; brahmana itu menuruti permintaannya. “Bentangkan jubahmu di tanah, brahmana.” Brahmana yang serakah itu melakukan hal tersebut.

“Sekarang gali pohon ini sampai pada bagian akarnya,” katanya, dan saat brahmana tersebut sedang bekerja, ia berjalan ke arah jubah itu, membuang kotoran disana dan merusaknya di lima tempat — di keempat sudut dan di bagian tengah. Setelah selesai, ia melarikan diri ke hutan.

Bodhisatta berdiri di cabang pohon, mengucapkan syair berikut ini : —

Serigala mabuk itu, Brahmana, menipu kepercayaan
yang engkau berikan!
Engkau tidak akan menemukan seratus kulit sapi,
apalagi keinginanmu akan dua ratus keping emas.

Setelah mengulangi syair ini, Bodhisatta berkata kepada brahmana tersebut, “Pergilah sekarang, cuci jubahmu dan mandi, lanjutkan perjalananmu.” Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia lenyap dari pandangan, dan brahmana itu melakukan apa yang dikatakan olehnya, ia pergi dengan malu karena telah diperdaya.

___________________

Uraian-Nya berakhir, Sang Guru menjelaskan kelahiran tersebut dengan berkata, “Devadatta adalah serigala di masa itu dan Saya adalah dewa pohon.”

No Response to “Sigala Jataka”

Leave a Reply